Tanggal Lahir

04 Juni 1951

Tanggal Wafat

29 April 2023


Biografi

TNI Angkatan harus besar, sekuat dan disegani, mampu melindungi perairan negara secara maksimal.

Kata-kata di atas adalah pernyataan Laksamana TNI Slamet Soebijanto, yang sering diulanginya dalam berbagai kesempatan selama menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) selama 2 tahun 9 bulan, sejak 2005 hingga 2007. la pun selalu menekankan kepada jajaran TNI AL agar melaksanakan tugas menjaga kedaulatan negara dengan maksimal.

"Saya tidak ingin mendengar lagi kita dilecehkan angkatan laut negara lain," kata Slamet Soebijanto, menjelang serah terima jabatan kepada penggantinya, Laksamana Madya TNI Sumardjono, awal November 2007. "KSAL pasti akan selalu berganti, tetapi komitmen kalian tidak boleh berubah. TNI AL harus besar, kiat, profesional serta disegani negara lain."

la mengakui, untuk membangun TNI AL yang besar, kuat dan disegani memang tidak mudah, antara lain karena membutuhkan tidak sementara kemampuan pemerintahan terbatas. Oleh karena itu, diperlukan tahapan pemerintah sebatas kerangka waktu sekaligus pedoman dalam pengerahan sumber daya agar sasaran yang ingin ingin dicapai dapat terwujud. Untuk berjalan ke atas tersebut, konsep konsep TNI AL dibuat dalam tataran Green Water Navy, yakni menegakkan stabilitas keamanan di laut dan berkemampuan untuk untuk mengadakan perlawanan setiap ancaman di medan perlawanan akhir.

Sehubungan dengan itu, pimpinan TNI AL merumuskan postur kekuatan korp laut tersebut sampai tahun 2024 meliputi kebutuhan hingga 274 KRI, terdiri dari Pasukan Penyerangan Pasukan Patroli dan Pasukan Pendukung. Selain itu juga Bridge Marinir BS, sebuah Kolatmat, 5 Lanmar dan 11 Yonmarhanlan. Jumlah pangkalan dirancang sebanyak 59 buah, dengan 11 Lantamal.

Dalam upaya meninggalkan penjagaan keamanan laut di wilayah selatan Indonesia, Slamet Soebijanto telah meresmikan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) VII Kupang dan Lantamal II Padang. la juga mengusulkan pendirian Lantamal XI Merauke, menggeser Lantamal V Surabaya ke Kulon progo Yogyakarta dan Lantamal VI Makassar ke Tarakan. Usulkan ini didasarkan pertimbangan untuk memperkuat pertahanan laut dengan menempatkan posisi pangkalan di area corong-corong terluar wilayah Indonesia.

Sebelum melepaskan jabatan sebagai KSAL, Laksamana Slamet Soebijanto telah menggagas pemekaran Komandan Wilayah menjadi tiga, yakni Kowilla Barat, Tengah, dan Timur dengan tujuan semata-mata untuk kepentingan Negara. "Wilayah Indonesia didominasikan laut dan terdiri dari ribuan pulau, ditambah tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang punya nilai strategis sekaligus ekonomis yang besar. Oleh karena itu, pemekaran Komandan Wilayah Laut perlu kontinuitas kebijakan," katanya.

Menurut Slamet Soebijanto, program penempatan sejumlah Pangkalan ke kawasan terlalu ditujukan untuk mendukung operasional kapal perang Indonesia, sekaligus untuk menghemat biaya operasional. Rencana menggeser Lantamal ke Mempawah Kalbar, misalnya, dilakukan untuk penting Natuna karena berada di kawasan corong Laut China Selatan.

"Selama ini perairan Natuna belum terawasi dengan baik karena kapal patrol disana harus kembali ke Tanjung Pinang untuk mengisi bahan bakar. Bayangkan, berapa banyak waktu dan bahan bakar yang dihabiskan," katanya menjawab pertanyaan wartawan setelah menutup Dikreg Seskoal Angkatan 45 pada 8 November 2007.

Kebijakan serupa harus dilakukan di Tarakan Kaltim dengan tujuan mempermudah operasi kapal TNI AL di utara Sulawesi, yang selama ini harus bergerak lebih jauh seperti ke Makasar atau Balikpapan. "Kalau pemekaran ini tidak diteruskan yang dirugikan Negara," katanya.

Blak-blakan dan Berani

Sebagai KSAL, Slamet Soebijanto sering berbicara secara blak-blakan dan berani, termasuk reaksinya terhadap maneuver-manuver Angkatan Laut Malaysia di perairan Indonesia. Rencananya pengembangan TNI AL yang digagas Slamet kabarnya kurang disambut baik oleh Mabes TNI, antara lain menyangkut pemekaran Komando Wilayah Laut menjadi tiga. Sebuah sumber di Jakarta menyebutkan, yang juga menjadi kontroversi adalah sikap pengadaan senjata TNI AL. "Kubu yang pro Amerika Serikat agak tersinggung," katanya.

Efeknya juga berimbas pada rekanan. Jika kiblat pengadaan senjata berganti, otomatis rekanan berganti. "Pak Slamet juga terjun langsung untuk melihat barang sebelum dibeli. Ini tidak dilakukan oleh pemimpin sebelumnya." Katanya.

Apakah pemberhentian Slamet sebagai KSAL oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan kontroversi-kontroversi tersebut? Presiden SBY dan Panglima TNI Djoko Suyanto kiranya paling tahu. Tetapi Slamet Soebijanto mengatakan, dirinya tidak kecewa dengan pemberhentiannya sebagai KSAL. "Ah, nggak. Alhamdulillah, tuhan mengambil lagi (jabatan, Pen) dari kita," kata Slamet.

Hanya, dia mengharapkan KSAL baru nanti lebih baik daripada dirinya, "Ya harus mampu menjaga Negara ini dengan baik dan bias memberikan garansi kepada siapa saja bahwa Indonesia aman bagi siapa saja yang mau lewat sini," katanya.

Sebagai pimpinan tertinggi TNI AL, Slamet terkenal sangat peduli pada kesejahteraan anggotanya. Berbagai proyek perumahan dibangun untuk mereka, seperti di sebuah wilayah pinggiran Surabaya pada 2007. Kepada para anggota purna tugas yang masih menempati rumah dinas, Slamet toh berharap tegas bahwa mereka harus meninggalkannya untuk ditempati anggota aktif yang membutuhkan.

Penampilan sederhana Slamet menimbulkan respek di jajaran TNI AL, juga berbagai kalangan. Rumah pribadinya yang dibangun di pinggiran Surabaya pun sederhana untuk ukuran seorang pejabat militer bintang empat. "la memang sederhana. Itulah antara lain sebabnya mengapa ia melangkah seolah tanpa beban," kata seorang wartawan senior yang mengenalnya.

Sumbang Pesawat

Dilahirkan di Mojokerto pada 4 Juni 1951, Slamet Soebijanto menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Jombang. Setelah lulus SMA di Kota Santri ini, ia melanjutkan ke Akademi Angkatan Laut dan lulus pada 1973.

Dalam jabatannya sebagai KSAL, Slamet sempat bernostalgia di kampung halamannya pada 14 Mei 207. Ketika itu ia menumbangkan sebuah pesawat Nomad TNI Al yang sudah tak terpakai kepada Pemkab Jombang untuk dijadikan monumen. Saat penyerahannya pesawat tersebut, Bupati Jombang Drs H. Suyanto mengajak lima orang teman sekolah Slamet ketika masih Sekolah Dasar (SD) di Jombang. Pertemuan dengan lima kawan semasa masih kecil itu membuat suasana akrab. "Ini teman sekolah saya dulu," tutur Slamet Soebijanto memperkenalkan lima temannya tersebut.

Setelah menjabat KSAL, Slamet mengatakan dirinya berencana menulis buku. Ada beberapa pemikiran yang ingin dituangkan dalam bentuk tulisan. "Terutama saya yakin bahwa Negara itu harus mengubah vizi. Visi maritime harus kita kembangkan ke depan. Sebab, Negara- negara yang visinya maritim itu hidup lebih baik. Saya kira parut Negara kita menuju kesana," tutur suami Sonya Henny Soedjud ini.[]