Tanggal Lahir

01 November 1918

Tanggal Wafat

12 Juli 1986


Biografi

Ini adalah tipikal para pejuang yang benar- benar mengabdikan hidupnya untuk kepentingan bangsa dan negara, tidak memperkaya diri dengan memanfaatkan jabatan dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. "Setelah ini saya akan memperbaiki ekonomi rumah tangga," itulah jawaban yang disampaikan KH. M. Wahib Wahab kepada Prof. KH Syaifuddin Zuhri. Jawaban itu disampaikan ketika Prof Syaifuddin Zuhri menanyakan alasan mengapa KH. M. Wahib Wahab mengundurkan diri dari jabatan sebagai Menteri Agama (1959-1963) pada masa Pemerintahan Bung Karno.

Memang ada sejumlah contoh yang ditunjukkan oleh orang-orang yang kemudian dikenal memiliki jiwa besar, yang merasa tak cocok dengan atasannya (presiden) dan memilih mengundurkan diri. Ada juga yang dengan sadar dan penuh keikhlasan menyerahkan kekuasaan kepada yang lain karena berpikir akan lebih seperti itu, baik untuk diri sendiri dan terutama untuk kepentingan yang lebih besar, masyarakat dan bangsa.

Begitu India merdeka, Mahatma Gandhi dengan tulus ikhlas menyerahkan kursi perdana menteri kepada Jawaharlal Nehru. Sebuah keputusan yang kelak tercatat dalam sejarah India dan dunia sebagai hal yang sangat tepat untuk menyelamatkan India dan kemudian bertumbuh dengan baik tanpa harus diganggu virus permusuhan akibat perseteruan untuk berebut jabatan.

Sejarah Indonesia merdeka juga mencatat langkah luar biasa yang pernah dilakukan Mohammad Hatta, sang proklamator dan juga dwi tunggal Indonesia bersama Bung Karno. Dalam sejarah tercatat, beberapa kali Bung Karno. la menyelamatkan negeri ini dari dari konflik yang lebih terbuka dengan cara ikhlas mundur dari kancah kekuasaan. Mantan Wapres Sri Sultan Hamengkubuwono IX tak mau lagi dicalonkan menjadi wakil Presiden pada masa awal pemerintahan Presiden Soeharto dan memilih untuk bersama masyarakat serta mengayomi mereka. Orang hanya bisa menduga-duga karena ketidak cocokan dengan presidenlah Sri Sultan HB IX memilih mundur. Itu pun dibantahnya dan hanya mengatakan kesehatannya tidak memungkinkan untuk tugas seberat wakil presiden.

Tetapi KH. M. Wahib Wahab menegaskan, ingin lebih bebas lagi karena sudah bosan menjadi menteri agama dan akan memperbaiki ekonomi. Jawaban itu dikesampingkan kepada calon penggantinya karena memang Presiden Soekarno menunjukkan Prof. Syaifuddin Zuhri yang menggantikan KH. M. Wahib Wahab merasa tidak enak dengan penggantian itu sehingga ia menyempatkan diri untuk mohon restu sambil menanyakan alasan pengunduran diri. Demikian etika politik yang elok dan elegan masih menaungi para politisi yang hidup di jaman perjuangan kemerdekaan dulu. Semua memang perlu ada etika, demikian juga dalam kekuasaan politik.

Dan tentang alasan pengunduran diri KH. M. Wahib Wahab untuk memperbaiki perekonomian, bukan saja jawaban yang melegakan penggantinya tetapi juga jawaban yang jujur sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada yang keluarga. Akhirnya KH. M. Wahib Wahab memang terjun di dunia usaha dengan mendirikan pabrik ubin di Kota Bandung.

Itulah akhir drama perjuangan hidup seorang Wahib Wahab di dunia politik yang memberikan banyak kisah teladan kepada kita tentang bagaimana menyelamatkan kepentingan yang lebih besar, memerlukan pejabat yang menggantikannya dan bagaimana bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga. la mengabdi diri untuk kepentingan orang banyak, memberi dan bukan sebaliknya mengambil dari orang banyak, dari negara dan bangsanya untuk kepentingan pribadi atau keluarganya.

Tokoh Penting

Wahib Wahab adalah orang Jombang asli. la lahir di Desa Tambak Beras, Jombang pada November 1918. Merupakan putra sulung ulama besar KH Abdul Wahab Hasbullah, salah satu pendiri dan tokoh penting di Nahdlatul Ulama (NU).

Semasa kecil ia memulai pendidikan dengan belajar pada orang tuanya di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas. Jombang. Dan tradisi nyantri keliling kemudian dijalankan dari satu pondok ke pondok pesantren. Usai berguru pada orang tuanya di Tambak Beras, melanjutkan ke Pesantren Seblak, Jombang, Kemudian ke Mojosari Nganjuk, Kasingan Rembang dan Buntet Cirebon.

Wahib Wahab juga menempuh pendidikan di Merchanthile Institute of Singapore (1936-1938) dan setahun kemudian berangkat ke tanah suci Makkah selama setahun. (Antologi NU). Sekembali ke tanah air Wahib Wahab mulai terjun ke dunia organisasi di lingkungan NU. Pada tahun 1949 menjadi Ketua Departemen Penerangan Ansor di Surabaya, merangkap jabatan sebagai Ketua Umum GPII Jombang (1942). Pada tahun 1959 terpilih sebagai Ketua I Pengurus Departemen Siasat PP GP Ansor. Wahib Wahab juga tercatat sebagai Ketua Pertanu (Persatuan Tani Nahdlatul Ulama). Dalam karir keorganisasian NU, Wahib Wahab juga tercatat sebagai pembentuk kepengurusan perwakilan / cabang NU dan Ansor di Singapura, Malaysia, Kamboja dan Saigon (Vietnam).

Bukan hanya di organisasi NU tempat ia mengabdi, Wahib Wahab juga mendarmakan dirinya untuk kepentingan bangsanya di dunia kemiliteran, Sejak 1942 menjadi Komandan PETA (pembela tanah air). Ketika masa perjuangan merebut kemerdekaan, Kiai Wahab menjabat Panglima Hizbullah Divisi Sunan Ampel Jawa Timur. Pada masa-masa ini ia sering berkumpul dengan para teman-teman seperjuangannya. Terkisah misalnya, suatu malam tiga pejuang sedang berkumpul di Jombang yakni KH Wahib Wahab, KH Yusuf Hasyim (salah satu putra Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari) dan Mohammad Ghufron Na'im. Mereka berunding mengatur siasat untuk menangkap seorang misionaris bernama Van der Plash, hanya merupakan misionaris yang membonceng penjajah Belanda. Para pejuang yang sekaligus tokoh Islam ini menilai Van der Plas sebagai orang yang sangat berbahaya bak ular yang lidahnya penuh bisa. "Kita pancing saja agar masuk Tebuireng lalu kita sergap di sana," usul Kiai Wahib yang langsung disetujui kedua rekannya.

Lalu dibuatkan sebuah acara yang juga mengundang Van der Plash di Tebuireng. Namun van der Plash juga orang yang cerdik, ia datang dengan membawa pengawal yang menyamar (berpakaian preman). Setelah merasa cukup menghadiri Kiai Wahib siap menyergap. Namun rupanya, ia sudah merasa dirinya akan disergap sehingga bisa menyelinap lebih dulu saat pulang dan memang benar, Van der Plash lolos. Ketiga pejuang itu hanya bisa geleng-geleng kepala, heran kenapa musuh yang sudah dalam perangkap bisa meloloskan diri.

Masa perjuangan memang terus berlanjut, Kiai Wahib juga aktif berjuang dalam wadah Hizbullah. Namun ketika Hizbullah harus meneruskan karier militernya. Sedangkan Kiai Wahib Wahab memilih berhenti dan berjuang di jalan lain, jalur politik. Sebelum menjadi Menteri Agama beliau pernah tercatat menjadi anggota DPR dan Menteri Penghubungan Sipil Militer.

Selepas jabatan menteri ia memilih tinggal di Bandung dan wafat pada 12 Juli 1986 di Jakarta. Beliau dimakamkan di Tambakberas, Jombang berdekatan dengan makam ayahnya, KH A Wahab Hasbullah.[]